Api Tauhid : Badiuzzaman Said Nursi

Novel ini menceritakan sebuah cerita di atas cerita yang mengisahkan tentang pemuda asal Lumajang, Jawa Timur bernama Fahmi, yang sedang menyelesaikan pendidikan S2 di Universitas Madinah. Ketika pulang kampung untuk berlibur, ia dihadapkan pada dua pilihan yang cukup berat untuk calon pendamping hidupnya. Nuzula anak kiai Arsenal pemilik pondok pesantren atau Nurjannah anak kepala desa. Nuzula bagaikan matahari dan Nurjannah bagaikan bulan jika dilihat dari nasabnya. Sementara itu memilih matahari yang sinarnya mengalahkan bulan. Namun ada satu pertanyaan pada diri Fahmi, “Bagaimana jika sebenarnya Nurjannahlah mataharinya dan Nuzula adalah bulan?”.

Belum lama setelah menikah, Fahmi mendapat masalah rumah tangga yang cukup berat, padahal belum sempat tinggal bersama. Ia berusaha memilih dirinya dengan beri'tikaf selama 40 hari untuk mengkhatamkan hafalan Al-Qur'annya sebanyak 40 kali. Namun baru beberapa hari ia kelelahan dan jatuh pingsan. Teman-teman dekat seperti Hamzah, Ali, dan Subki heran melihat Fahmi dan tidak mengerti apa yang dihadapi oleh sahabatnya. Setelah Fahmi tersadar dari pingsannya dan menceritakan masalahnya, Hamza mengajak Fahmi berlibur di kampung halaman Hamza yaitu Turki.

Hamza sudah mengatur jadwal liburan selama di Turki. Selama perjalanan, Hamza menceritakan tentang sosok ulama besar yang berasal dari desa Nurs bernama Said Nursi. Ibunya yang bernama Nuriye sudah merasakan bahwa Said Nursi berbeda dari anak-anak yang lain. Dia cerdas, kritis dan mengerti cepat. Pada saat usianya masih kanak-kanak ia ingin merantau bersama kakaknya untuk mencari ilmu. Pada usia 15 tahun Said Nursi sudah bisa menghafal 80 kitab. Bukan hanya menghafalnya, ia mampu memahami dengan sangat cermat. Karena kemampuannya itu, Said Nursi dijuluki Badiuzzaman (Keajaiban Zaman) oleh salah satu gurunya yaitu Muhammad Emin Efendi. Kemampuannya untuk Menguasai berbagai kitab ini tentunya membuat para saudara dan teman-temannya. Banyak yang tidak percaya atas kemampuannya dan mengajak untuk berdebat. Semakin banyak yang mengajaknya berdebat baik mengenai agama maupun ilmu umum. Sehingga ia terus belajar, membaca, menghafalkan, menelaah, dan memahami buku-buku tentang sains, kedokteran, dan ilmu umum lainnya. Ia juga sempat mengunjungi Mustafa Pasya untuk kembali ke jalan Allah. Sampai pada akhirnya banyak yang kagum dan ingin menjadi muridnya.

Pada masa runtuhnya khalifah Usmaniyah, kebudayaan Islam akan dihilangkan oleh para generasi muda Turki yang sudah banyak menganut budaya Eropa. Hal itu semakin terasa setelah Perang Dunia I terjadi. Muncullah larangan untuk mengumandangkan adzan menggunakan bahasa Arab, Madrasah yang mengajarkan ajaran Islam ditutup dan diganti dengan pelajaran umum. Penderitaan umat Muslim dimulai, begitu pula dengan Said Nursi. Selama bertahun-tahun ia dipenjara, difitnah dengan tuduhan yang tidak ada bukti. Berpindah dari penjara satu penjara lain, diasingkan diberbagai daerah bahkan tempat-tempat terpencil yang sangat susah dicapai oleh orang lain. Namun ia tidak mau menciptakan penderitaan tanpa cahaya Islam. Upaya pemerintah untuk meredupkan Islam di Turki dilawan oleh Badiuzzaman Said Nursi dengan tulisannya yang diberi judul Risalah-Nuur.

Setelah napak tilas sejarah Said Nursi dan belum selesai masalah Fahmi dengan istrinya, sudah ada dua perempuan yang menyatakan perasaannya. Aysel sepupu Hamza yang sudah lama tinggal di Eropa dan telah membuat Fahmi terbaring tak berdaya di atas ranjang Rumah Sakit. Juga adik kandung Hamza, Emel seorang muslimah yang solehah dan juga seorang hafidzoh. Ia meminta Fahmi menikahinya dengan mahar mengamputasi sebelah kaki yang ditolak oleh Fahmi karena mahar seperti itu belum tentu dibolehkan oleh syariat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

My Profile